Friday, May 15, 2015

Review: Menjumpai Lagi Karakter Poirot lewat Buku "The Monogram Murders"

Posted by Unknown at 10:39 PM
"The Monogram Murders". Sumber: Dok. Pribadi
“The Monogram Murders” merupakan buku terbaru dengan karakter Hercule Poirot yang diluncurkan setelah kematian Agatha Christie, tepatnya pada tahun 2014 lalu, ditulis oleh Sophie Hannah. Bisa dikatakan bahwa ini adalah sebuah fiksi penggemar (fanfiction).
Buku setebal 376 halaman ini merupakan terbitan dari PT. Gramedia Pustaka Utama. Berukuran 13 x 20 cm. Jenis kertas yang digunakan pada sampul buku adalah Art Karton. Nama Agatha Christie yang tercantum di sampul buku merupakan atas persetujuan dari pihak keluarga Christie. Dari segi desain, tampak simple dan elegan serta menggambarkan inti cerita yang dimuat. Namun, dengan adanya garis korban yang berada pada sisi kanan tersebut tampak kurang diatur dengan tepat. Seharusnya ukuran serta dimensinya perlu diatur lebih baik lagi agar tampak selaras dengan gambar lift di dekat gambar korban.
Kisah dimulai ketika seorang wanita bernama Jennie memasuki Pleasant’s Coffee House, sebuah kedai kopi di London tempat dimana Poirot menghabiskan waktunya pada pukul 19.30 setiap Kamis malam. Wanita itu ketakutan karena akan dibunuh, tetapi dia meminta Poirot untuk tidak mencari dan menghukum pembunuhnya. Dia bersikeras bahwa setelah dirinya mati keadilan akan ditegakkan.
Setibanya Poirot di gedung kos milik Mrs. Blanche Unsworth, tampak Edward Catchpool, seorang polisi di Scotland Yard yang tinggal bersamanya, tengah letih memikirkan kasus pembunuhan yang baru terjadi pada malam itu. Ada tiga tamu yang dibunuh di sebuah hotel mewah di London, dan sebuah manset dimasukkan ke mulut masing-masing korban. Apakah peristiwa ini berkaitan dengan wanita yang ketakutan itu?
Sementara Poirot berusaha keras menyatukan keping-keping teka-teki yang aneh ini, si pembunuh mempersiapkan kamar untuk korban keempat....
Berhubung saya belum pernah membaca karya Agatha Christie sebelumnya, sehingga saya belum mampu membandingkan kekuatan Poirot dengan buku terdahulu.
Cerita ini mengambil setting pada musim dingin sekitar tahun 1929 di kota London dan sebuah desa kecil bernama Great Holling.
Pada novel ini karakter Poirot tampak sarkastik dan selalu ditunjukkannya lewat perkataannya pada Catchpool. Sedangkan tokoh Catchpool digambarkan sebagai Polisi yang tidak secemerlang Poirot dan selalu diombang-ambingkan oleh petunjuk-petunjuk yang terus bermunculan. Dengan hadirnya sosok Catchpool membuat pembaca terasa dibuat bertanya-tanya mengenai jalan cerita selanjutnya, berhubung sebagian besar bab dalam buku ini menggunakan sudut pandang Catchpool yang mana kurang begitu cakap dalam mencermati petunjuk, namun mampu memberikan jalan keluar dari pemikiran Poirot yang buntu lewat perkataan polosnya. Seringkali Poirot menuntunnya untuk berimajinasi dengan adanya serangkaian petunjuk yang muncul.
Pada sela-sela cerita diselipkan drama konflik percintaan yang melatarbelakangi kasus pembunuhan di hotel tersebut. Namun, emosi yang ditunjukkan terlalu berlebihan karena terdapat empat tokoh yang memiliki kegilaan begitu mendalam akan rasa cintanya terhadap orang yang mereka kasihi. Hal ini membuat jalan cerita tampak terlalu klise dan kurang mampu menyentakkan pembaca pada bagian klimaksnya.
Meskipun novel ini menyajikan twist yang kurang menggigit karena beberapa penguakan misteri sedikit dipaksakan, tetapi “The Monogram Murders” layak mendapatkan apresiasi. Buku ini patut dibaca oleh para penggemar Christie yang rindu akan hadirnya sosok Poirot.

Sumber Referensi:

https://perpuskecil.wordpress.com/2014/09/25/the-monogram-murders-by-sophie-hannah/

https://suarasuarahujan.wordpress.com/2014/10/05/review-novel-the-monogram-murders-pembunuhan-monogram-sophie-hannah/


0 comments:

Post a Comment

 

Retno's Here Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos